Teka-Teki Rasa dan Waktu


Entah sejak kapan perasaan ini menghunjam ke relung hatiku. Aku pun tak tahu pasti. Sebab, akhir-akhir ini ada desiran rindu yang mengetuk-ngetuk pintu hatiku. Rindu itu kadangkala menyapaku di pagi hari, siang hari, senja, dan malam hari.

Ah! Mungkin, aku merindukanmu setiap waktu.



Ya. Aku merindukanmu, tapi aku tak berani mengungkapkannya padamu. Bukan karena aku takut, bukan pula karena aku tak punya nyali. Tapi, inilah aku: wanita biasa yang hanya bisa merindukanmu dalam-dalam dan mendoakanmu diam-diam. Aku pun punya satu alasan mengapa aku tak berani 'tuk berterus-terang dan mengatakan, "Aku rindu padamu."

Walau hanya tiga patah kata saja, namun bagiku kata-kata itu sungguh sulit 'tuk kuutarakan padamu. Karena, kutahu; kau adalah seseorang yang masih bersemayam dalam ruang keterasingan dalam benakku dan hatiku. Bahwa aku belum lama mengenal dirimu. Pun, dengan kau.

Ya, kita sama-sama terjebak dalam labirin keterasingan. Yang terkadang membuatku ragu 'tuk menyapamu lewat pesan-pesan sederhana atau sekedar mengucapkan salam untukmu. Mmm, tapi bukan salam rindu. Salamku untukmu adalah ucapan 'Assalamu'alaikum'. Dan, dalam salam itu kusembunyikan doa dan harap agar kau selalu baik-baik saja di sana.

Duhai, kau mungkin takkan tahu bahwa aku diam-diam mencemaskanmu tiap waktu. Ya, jelas saja, karena aku tak memberitahumu.

Ah! Andai saja aku bisa menitipkan selembar surat tanda rinduku untukmu. Tapi, aku sadar; aku belum berhak untuk melakukannya. Sebab, aku bukan sesiapamu. Kau pun bukan sesiapaku. Aku dan kau adalah dua insan yang terkurung dalam ruang ketidakpastian; antara mengenal dan tidak mengenal. Kita sama-sama orang asing yang belum lama ini saling kenal oleh kebetulan.

Bukankah di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan? Lantas, yang terjadi pada aku dan kau ini apa? Bisakah kaumenjelaskannya?

Aku menerka-nerka, "Mungkin, ini hanya teka-teki waktu yang masih malu-malu 'tuk menjawab semua tanyaku. Atau... mungkin ini hanya teka-teki rasa dari Yang Maha Pemberi Cinta untuk mengajariku makna sabar atas misteri ini. Misteri tentang aku dan kau."

Duhai, inilah caraku 'tuk meretas rinduku padamu. Kautahu? Rinduku bukan hanya di atas kertas. Pun, bukan hanya di atas bait-bait puisi yang kuciptakan hanya untukmu. Meskipun nyatanya rindu terlihat seperti rindu yang biasa-biasa saja. Tapi, tanpa kautahu; ternyata rinduku begitu luar biasa dan tak terperikan. Dan, walaupun aku sadar betul; bahwa rindu ini benar-benar menyesakkan dadaku, tapi nyatanya aku tetap bertahan merindukanmu.

"Dalam kungkungan lingkaran teka-teki rasa dan waktu ini, kukatakan aku merindukanmu, Duhai... Soal menemukanmu di batas waktu, atau bahkan bersua denganmu di waktu dan tempat yang tak kuduga-duga, biarlah Allah saja yang kan menguaknya."

Aku memang merindukanmu diam-diam, tapi aku tak ingin memendam harapan terlalu dalam padamu. Karena, lukaku masih menganga dan belum sepenuhnya sembuh. Hatiku belum lama ini telah terluka parah tanpa kusadari. Dan, pada bagian ini, aku hanya akan menanti jawaban dari Allah atas doa-doa yang kulangitkan pada-Nya. Bahwa, aku percaya; setelah hatiku terluka, Allah pasti akan membuat hatiku berbunga-bunga. Entah itu karena kau yang kini tengah kurindukan atau karena dia tetiba datang ke dalam kehidupanku.

***

Minggu, 4 Juni 2017
10:30 WIB (ciamis)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maka Biarkan Aku Menangis 💧

Sabar, Luka, dan Kepergian Tanpa Pamit