Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Mimpi yang Terlewatkan (SBMPTN)

Entah mengapa aku selalu saja melankolis bila melihat lembaran-lembaran kertas berwarna pink itu, lantas memori lama itu kembali melembayang dalam pikiranku. Air mataku meluruh, hatiku bergemuruh riuh, dan perasaanku tersayat-sayat hingga benar-benar merapuh. Bagaimana tidak? Aku pernah berjuang sekuat tenaga untuk meraih impianku. Aku pernah meluangkan waktu luangku hanya untuk menatap buku dan terus berpikir keras. Sampai hari penentuan itu tiba---saat aku harus menguras pikiranku dengan soal-soal yang perlu penalaran dan pertimbangan logika. Dan saat itulah otakku bekerja. Waktu pun terus merangkak maju, dan hari yang sangat bersejarah itu akhirnya berhasil kujalani, berhasil kulewati. Dalam hati aku merasa lega, karena ini adalah kali pertama aku mengikuti test SBMPTN. Aku pun pulang melewati jejalanan protokol di kota Bandung yang selalu terlihat ramai, tak lengang seperti di desaku. Jejalanannya pun sulit kuingat, karena penuh dengan belokan, pertigaan, dan nama-nama jala

Teruntuk Sahabatku yang Mulai Jauh

Gambar
Benar. Tak ada kata sepakat antara kita untuk saling menjauh. Namun, lambat-laun semesta mulai mengarang drama yang memaksa kau dan aku untuk saling berjauhan. Suatu spasi bernama jarak membentang tak terkira. Lantas, aku bisa apa? Duhai sahabat, selalu kusematkan namamu dalam doaku. Semoga kau bahagia dan selalu sehat di mana pun kau berada. Dan masih banyak doa-doa yang kulantunkan pada Sang Pemilik Jagad Raya---yang tak mungkin kujabarkan satu per satu. Duhai... Tak apa bila kita berjauhan. Aku pun tak apa-apa bila kau tak lagi memberi kabar padaku. Aku tidak apa-apa---walaupun aku sangat ingin tahu keadaanmu. Aku akan baik-baik saja di sini meski harus melawan sepi. Aku akan selalu baik-baik saja, kendatipun rindu-rindu mulai menggelepar dan bertandang ke sudut-sudut hatiku. ✏ Teruntuk Sahabat yang Mulai Menjauh Putri Senja👑 23 Juli 2017 20:52 WIB

Teruntuk Akhwat Akhir Zaman

Ukhtii, berhentilah mencari yang baik. Tapi, belajarlah untuk menjadi baik. Karena, Allah pasti akan mempertemukan kau dengan dia yang ada di belahan bumi mana pun. Percayalah. Dan, berikhtiarlah. Namun, ikhtiarmu bukan dengan cara mengumbar-umbar kecantikan parasmu di timeline social media-mu. Bukan begitu, Ukhtii. Tapi, ikhtiar yang benar-benar ikhtiar. Yakni; memperbaiki diri, Gadhul bashar, Sering shalat di sepertiga malam, Menghindari chat-chat yang tidak jelas dengan ikhwan, Dan, bukan dengan cara menunjukkan bahwa kamu itu KEKINIAN. Sungguh bukan! Yuk, Ukhtii..... Kita sama-sama berpikir sambil zikir. Jangan sampai kita terlena pada ketampanan dirinya saja. Yang penting akhlaq dan keimanannya. Karena, yang punya tampang rupawan belum tentu bisa ngaji dan jadi imam kita kan? Belum tentu juga nuntun kita di jalan kebaikan kan? *** Dariku: Yang masih belajar tentang hal-hal yang kutulis di atas. Aku tak sebaik yang kaukira. Tapi, aku pun tak seburuk apa ya

Celotehan Akhwat Akhir Zaman

Gambar
Biar... Ku biarkan hatiku menghening. Ku biarkan hatiku tak bertuan. Sebab, aku tak ingin menjebak perasaanku (lagi) pada jerat rasa yang belum pasti dan tak halal. Aku pun tak ingin hatiku luluh-lantak dan hancur berkeping-keping karena dikecewakan oleh si dia yang pada akhirnya hanya singgah dalam hidupku. Ya, memang benar. Terkadang Allah  mengutus seseorang ke hidup kita hanya untuk sekadar singgah saja lantas berlalu dan meninggalkan jejak bernama kenangan. Seperti angin yang bertiupan di udara. Begitulah kehidupan. Ada yang sekadar melintas saja dan ada pula yang ditakdirkan untuk menetap 'tuk membersamai kita. Detik ini, aku sedang merangkak-rangkak untuk berubah; berubah ke arah yang lebih baik. Aku... tengah bermusafir di koridor-Nya 'tuk meraih rida Yang Maha Pencipta. Karena, dulu, jauh sebelum hari ini, aku bukanlah aku yang sekarang. Sudahlah, itu masa laluku. Tak perlu kuungkit-ungkit lagi. 'Aku tak sebaik yang kaukira, tapi aku juga tak seburuk apa

Teka-Teki Rasa dan Waktu

Gambar
Entah sejak kapan perasaan ini menghunjam ke relung hatiku. Aku pun tak tahu pasti. Sebab, akhir-akhir ini ada desiran rindu yang mengetuk-ngetuk pintu hatiku. Rindu itu kadangkala menyapaku di pagi hari, siang hari, senja, dan malam hari. Ah! Mungkin, aku merindukanmu setiap waktu. Ya. Aku merindukanmu, tapi aku tak berani mengungkapkannya padamu. Bukan karena aku takut, bukan pula karena aku tak punya nyali. Tapi, inilah aku: wanita biasa yang hanya bisa merindukanmu dalam-dalam dan mendoakanmu diam-diam. Aku pun punya satu alasan mengapa aku tak berani 'tuk berterus-terang dan mengatakan, "Aku rindu padamu." Walau hanya tiga patah kata saja, namun bagiku kata-kata itu sungguh sulit 'tuk kuutarakan padamu. Karena, kutahu; kau adalah seseorang yang masih bersemayam dalam ruang keterasingan dalam benakku dan hatiku. Bahwa aku belum lama mengenal dirimu. Pun, dengan kau. Ya, kita sama-sama terjebak dalam labirin keterasingan. Yang terkadang membuatku ra

Teka-Teki Rasa

Gambar
"Jelas saja lukamu tak kunjung pergi dari lubuk hati. Sebab, ternyata kau selalu memanggilnya dengan tanpa sadar dan terus memikirkannya. Bahkan, mengharapkannya datang (lagi)." Ukhtii... Untuk apa kau menangisinya yang telah pergi dengan yang lain? Untuk apa kau menimbun harapan padanya yang tak bersedia memberikanmu kepastian. Bukan hanya kepastian, bahkan karena sudah tak ada lagi harapan dan tak ada lagi cinta untukmu di ruang hatinya. Duhai, Ukhtii... Sadarlah! Pabila kau berkata, "Aku tak bisa melupakannya." Itu adalah ungkapan yang keliru. Salah. Yang benar adalah; aku belum bisa melupakannya. Melupakan memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Entah itu karena terlalu banyak untaian KENANGAN yang telah ia ciptakan, entah itu karena kau berpikir bahwa dialah yang terbaik dan tak ada yang lebih baik dari dirinya,..., atau dalih apapun itu. Yang pasti... Ukhtii mesti bangkit dan mulai berjalan lagi. Melupakan juga ada prosesnya, lho. Ingat! Unt

Pelampiasan, Cinta Sendiri, dan Kepercayaan

Gambar
Pernah kudengar curahan hati dari seorang gadis. Ia bercerita tentang keluh-kesahnya, kegelisahan di hatinya, dan kemuraman yang bertandang ke ruang qalbunya. .............. Panjang lebar ia bercerita tentang durja yang menggunung di lubuk hatinya. Juga... tentang seseorang yang ia cinta yang tak jua memberi kabar akan pesan singkat semalam. Sebuah pertanyaan pun mencuat dalam benak gadis itu. "Apakah aku hanya dijadikan pelampiasan semata?" Aku pun berpikir keras lantas menatap langit. Hatiku membatin. Bukankah cinta perlu kepercayaan? Dalam hal ini... aku tak melihat kepercayaan itu di dalam diri gadis itu. Sekali lagi, hatiku menegaskan bahwa cinta sejati itu dilandaskan atas sebuah kepercayaan. Kepercayaan yang kokoh. Itu yang kutahu. Tapi... jika kepercayaan itu telah pupus, apakah itu benar-benar cinta? Kurasa itu bukan cinta. Mungkin... itu hanyalah ego saja yang berkecimpung dengan hasrat semata. *** Di usia yang sudah menginjak dewasa ini, kup

Luka, Harapan, dan Secercah Cahaya dari Tuhan

Gambar
"Luka, Harapan, dan Secercah Cahaya dari Tuhan" Bagaimana aku bisa kuat, jika ternyata ada banyak alasan yang membuatku mudah melemah dan lelah. Bagaimana aku bisa tersenyum, jika nyatanya air mataku sudah menumpuk di pelupuk mataku. Bagaimana aku bisa bangkit, jika senyummu selalu buatku sakit. Dan... bagaimana aku bisa merasakan bahagia, jika bahagiaku dibawa oleh dirimu dan sayapku patah karenamu. Sebab, kaulah bagian dari kebahagiaan terbesar dalam hidupku dan kaulah yang selalu kubutuhkan. Bagaimana? Ach! Ini memang salahku. Kesalahan terbesarku karena telah menanam bebijian rasa sampai benar-benar menjadi pepohonan nan rindang. Ini memang salahku. Aku telah terjebak dalam cinta yang membutakan mata hati. Dan, kini aku pun tak tahu arah karena semua yang kulihat adalah kegelapan. Dengan susah payah dan terlunta-lunta kucari-cari jalan keluar dari labirin nan pengap ini. Kuberlari, lantas jatuh lagi. Aku bangkit, lantas sukmaku didera sakit yang tak kunjung us

Sabar, Luka, dan Kepergian Tanpa Pamit

Gambar
Aku yang menyayangimu tanpa pernah lelah. Aku yang merindukanmu, meski tak pernah tahu apakah rinduku ini terbalaskan. Aku juga yang mendoakanmu usai kubermunajat pada-Nya, walau ku tak tahu apakah kau pun merapal namaku dalam doamu. Aku tak tahu. "Aku... Aku... Dan, selalu aku." Kali ini, aku dihadapkan pada dua pilihan yang membuatku dilema. Pilihan yang entah akan menjadi awal ataupun akhir. Antara menitipkan cintamu pada-Nya atau membiarkan perasaan ini pergi tanpa menyisakan luka yang menyayat nurani, menyiksa. Ya, kuakui ini menyiksa. Kucoba 'tuk memahami isi hatiku sendiri. Kucoba 'tuk melontarkan tanya pada sukmaku. 'Apakah aku benar-benar mencintainya?" Bukan berarti aku ragu pada perasaan yang telah tumbuh dalam hatiku. Bukan... Aku hanya ingin meyakinkan sepotong hatiku saja. Bahwa ternyata benar, perasaan itu benar-benar ada. Bersemayam di sudut-sudut qalbu yang hampa. Bertengger pada pohon-pohon harapan yang melangit ke angkasa. Dan,

Warna, Perpisahan, dan Kenangan yang Tercipta

Gambar
Waktu bergulir begitu cepat. Tanpa terasa kini kita berada di ujung perpisahan. Perpisahan pahit yang sebenarnya diawali dengan pertemuan yang indah. Memang benar bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Entah akan bersua dan bersama-sama lagi atau tidak setelah perpisahan itu benar-benar terjadi. Entahlah. Aku tak tahu. Yang kutahu; bahwa semua itu adalah bagian dari rahasia Ilahi yang telah tergores di Lauh Mahfudz-Nya. Di penghujung bulan yang menyakitkan ini... sudah jauh-jauh hari aku diam-diam merintih dan meringis dalam hati. Menahan perih yang tak terperi. Pun, melahap dalam-dalam luka yang tiada pernah terobati. Sebab, luka karena PERPISAHAN ternyata lebih memilukan dan lebih menyayat perasaan. Perpisahan ternyata lebih berat daripada putus dari seseorang yang disayang. Karena, kita tidak tahu bahwa perpisahan itu begitu lekat dengan yang namanya kehilangan. Ya, kehilangan. Bukankah rasa sakit itu akan berkali-kali lipat? Tentu saja. Sesakit apa pun luka yang ki

Saat Kau Butuh Tempat untuk Bersandar

Gambar
13 Januari 2017 ⭐✏ #HimeYume "Saat Kaubutuh Tempat untuk Bersandar" Dikala senja datang, sunyi-senyap mengelilingi dirimu. Lantas, kaumerasa sedih atas apa yang tengah kauhadapi. Ya, problema. Kau punya masalah, setiap insan pun pasti punya masalah. Kaupikul masalahmu sendiri, padahal kau bisa berbagi dengan orang-orang terdekatmu. Bukankah kau punya sahabat dan teman? Bukankah kau punya orang yang peduli padamu dan menghargaimu? Mengapa kaumemilih menanggungnya seorang diri, jika ada yang bersedia menemani dan mendengarkan segala keluh kesahmu? Saat kaubutuh sandaran untuk memulihkan mood-mu, hatimu pasti sudah tahu kemana harus kausandarkan dirimu. Kau pasti akan menemui seseorang yang sangat berarti dalam hidupmu. Bukan hanya untuk bersandar di pundaknya. Bukan hanya itu. Tapi, karena dia lah yang sanggup membuat suasana hatimu lebih baik dan lebih tenang daripada sebelumnya. Hatimu berkata, "Dia lah yang kubutuhkan saat ini dan seterusnya." Namun,

Teruntuk sebuah Nama yang sering Kurapal dalam Doa

Gambar
"Teruntuk sebuah Nama yang sering Kurapal dalam Doa" *** Namamu kian tersemat dalam kidung doaku pada Sang Pencipta. Diantara lintasan kesunyian, namamu terlantun merdu dalam qalbuku. Aku yang dalam keadaan pilu menahan rindu akan sebuah pertemuan, masih saja aku berani memanggil namamu walau selirih itu. Kendati aku tahu betul bahwa mengingatmu justru menancapkan luka yang mendalam di sudut hatiku. Aku hanya ingin kau tahu ; betapa sering kurangkai doa nan panjang ditengah belantara sunyinya malam... untukmu. Untuk mendoakanmu. Jika saja kau tahu bahwa tak ada hal lain yang ingin kudengar, selain kau berkata "Aku baik-baik saja." Tapi, jujur saja aku takkan sanggup 'tuk mengutarakan semua ini padamu, duhai sebuah nama yang sering kusematkan dalam doaku. Bagiku, ini sulit. Sebab, ini adalah tabir hati yang selama ini kututup-tutupi. Tabir itulah yang kerap membuatku didera rasa cemas yang berkepanjangan. Bimbang. Antara harus berkata atau lebih bai

Aku P(a)mit

Gambar
"Aku P(a)mit" Telah lama aku bergelut dengan perasaanku sendiri. Melawan segala kejujuran yang kubangun seorang diri. Menahan secercah asa yang entah tumbuh sejak kapan. Menebas rindu yang bertandang ke hatiku tanpa kuminta. Sungguh. Aku benar-benar harus banting stir dari jalan hatiku. Dan, kini langkahku terpaksa harus berlainan dengan hasrat qalbuku. Lama kelamaan, aku pun mulai terbiasa. Terbiasa dengan; rindu yang membelenggu ruang qalbu, pilu yang merajam palung hati, perih yang menyayat-nyayat sanubari, dan betapa teririsnya perasaan ini saat ku harus melihatmu jatuh cinta pada bunga yang lain. Waktu pun terus melaju tanpa henti. Bagai roda yang terus berputar. Rasaku pun tiada jeda 'tuk menghirup nafas cinta. Tiada jeda pula sedu sedan menancapi hati yang tersinggung senja. Ya... semakin lama pula aku berjuang 'tuk berperang dengan perasaanku yang sebenar-benarnya. Ini memang tidaklah semudah yang kaukira. Sebab, kau tak pernah tahu tabir yang menye

Rindu, Perasaan, dan Maafku Padamu

Gambar
Duhai, Akhii... ukhtii... Jangan menyalahartikan perasaan bila resah tiba-tiba menyelundup merasuki hati. Pun, jangan terburu-buru menyimpulkan sebuah perasaan yang memang belum tentu apa maknanya. Jangan... Sebab, akan berbahaya jika kita menerka-nerka semua itu. Resah... Apakah itu pertanda rindu? Gelisah... Apakah itu juga pertanda rindu? Cobalah untuk tidak menanyakan hal itu pada postingan-postingan di dunia maya. Tapi, cobalah tanya pada hati kecilmu sendiri. Bukankah hati selalu berkata jujur? Dan bukankah hati adalah kerajaan tubuh? Tentu saja; hati adalah muara kejujuran yang paling jujur. Maka, janganlah sungkan untuk berdialog dengan hati kita sendiri... baik saat sedang dilingkupi sepi atau pun riuh. Karena, hati selalu siap sedia untuk menerima apa pun pertanyaan yang diajukan. Dan, hati selalu punya JAWABAN sekali pun itu jawaban yang sulit 'tuk diutarakan. Apabila kita sudah mendapatkan jawaban dari lubuk hati terdalam, maka adukanlah pada Tuhan Yang Mah

Langit Pelindung Bintang

Gambar
" Langit Pelindung Bintang " ☁ 🌠 Kejujuran memang tak dapat kubohongi. Secelah dusta pun tak ingin kucipta di relung hatiku. Meski kini kusadar; bahwa ternyata jujur itu menyakitkan. Menyakitkan. Dan aku benar-benar merasakannya. Kuakui, aku memang peduli padanya. Aku peduli pada semua hal tentangnya. Tak peduli seperih apa pun yang kurasa, yang kutahu hanyalah aku ingin melihatnya bahagia dan selalu tersenyum. Tak peduli separah apa pun luka di dasar hatiku. Asalkan ia bahagia, samudera kesedihan pun pasti akan  kuarungi. Kini, aku harus melupakannya. Ach! Tidak. Yang benar adalah mengikhlaskannya. Mengikhlaskan apa pun yang terjadi dengan dia dan diriku suatu saat nanti. Entah itu perpisahan kecil atau pun perpisahan besar. Entah itu meninggalkan atau pun ditinggalkan. Apakah aku bisa kuat? Apakah aku mampu tanpanya? Hatiku tak setegar karang di lautan. Hatiku tak setegar dedaunan yang jatuh diterpa angin. Hatiku pun tak setegar kapas yang terombang-ambing

Bukan Tentang Perasaan tapi Perpisahan

Gambar
"Bukan Tentang Perasaan tapi Perpisahan" Terkadang, aku dibuat tak mengerti dengan perasaanku sendiri. Padahal, hatiku jelas-jelas paham apa yang tengah kurasakan. Tapi anehnya... tetap saja ada satu hal yang tak mampu kubaca lantas kumengerti. Entah. Kali ini, kubiarkan hatiku terus tahu dan mencoba tuk mengerti akan semua hal yang terjadi, meski kadangkala pikiranku dijejali dengan segerombolan pertanyaan tanpa jawaban. Ya. PERTANYAAN TANPA JAWABAN. Melihatmu, tak ada yang berubah dalam rasaku. Berada di dekatmu, tak ada yang bergemuruh dalam langit hatiku. Sungguh... semuanya terasa biasa saja. Tak ada yang berbeda sejak dulu. Bahkan, jantungku tiada berdetak tak keruan. Denyut nadiku pun berdetak harmoni sebagaimana biasanya. Tapi... Tapi... ada satu hal yang berbeda dengan perasaanku. Dan aku hanya mengutarakannya dalam buku catatanku. Sungguh. Ini benar-benar berbeda. Aku pun tak dapat mengira-ngira hal ini sebelumnya. Ach! Ini diluar keberdayaanku. 'Bah

Maka Biarkan Aku Menangis 💧

"Maka Biarkan Aku Menangis" Jangan tanya kenapa aku menangis, jika tanyamu tak meredakan rintik air mataku. Aku memang punya alasan untuk menitikkan air mataku. Tapi jika kautahu alasanku, apakah kau akan menenangkanku? Apakah kau akan menyediakan bahumu untukku bersandar saat ku bersedih? Jangan tanya kenapa aku menangis, sebab tangisku ini tak terperikan oleh kata-kata sesendu apa pun. Meski pun aku mampu menuliskan betapa muramnya langit di qalbuku, tapi aku tetap saja tak berdaya 'tuk mengutarakan segalanya lewat kata-kata. Karena, isi hatiku mungkin saja menyimpan pilu atau menenggelamkan bahagia. Sudah. Jangan tanya kenapa aku menangis. Jangan. Kumohon. Saat kuterpuruk dalam puruk yang paling dalam seperti ini, aku hanya butuh kata-kata penenang yang tulus dari hatimu dan juga bahumu. Supaya aku bisa bersandar dan menangis semauku, hingga aku merasa lebih tenang dan nyaman untuk bercerita padamu. Sekali lagi, jangan tanya kenapa aku menangis. Kumohon ja

Keputusan Untuk Melupakanmu dan Menanti Jawaban Tuhan

Gambar
Membuat sebuah keputusan memang tidaklah mudah. Adakalanya, rasa bimbang menyergapi qalbu. Hadirkan beribu-ribu tanya; tentang ihwal dan pilihan mana yang terbaik. Apakah yang ini atau yang itu. Entahlah... Dan, kini aku telah membuat keputusan setelah air mataku memburai hebat di keheningan malam. Bahwa; aku akan melepaskanmu dan merelakanmu. Melepaskan bukan berarti sama sekali tak mempedulikan. Bukan. Pun, bukan untuk membenci. Sungguh bukan. Namun, ini adalah caraku untuk taqarrub pada Tuhan yang telah menganugrahkan rasa cinta ini untukku, dan cinta itu tertuju padamu. Ya, ini caraku. Aku yang mencintaimu diam-diam, dan aku pula yang melupakanmu perlahan-lahan. Di kebisuan malam, aku memohon pada-Nya; semoga semuanya akan baik-baik saja, dan semoga kelak kebahagiaan akan menjemputku di ruang rindu yang tak lagi hampa. Semoga... Entah itu bersamamu atau tanpa dirimu. Entahlah... Justru itu yang masih kunanti dari-Nya. Sebuah jawaban. Ya, jawaban. Apakah kamu adalah jaw

Kita dan Pertemuan Tanpa Pembicaraan

Gambar
Sejak mentari mulai merangkak dari balik bukit, sejak sinarnya perlahan-lahan mulai terbit di ujung samudera nan megah,... sejak itu pula aku mulai jarang melihat batang hidungmu. Melihat tatapan teduhmu. Mendengar suaramu. Dan, melihat keindahan yang tercipta lewat ukiran senyummu- yang kemudian pancarkan binar di sorot matamu. Aku selalu berpikir tentang; bagaimana keadaanmu di saat sang fajar mulai menyemburat hangat. Sepagi itu, aku masih menyempatkan waktu luangku 'tuk tak mengabaikanmu walau dalam kebisuanku. Aku masih peduli meski peduliku tak selalu kuperlihatkan padamu. Sebab, tak ada alasan untuk membuatku berhenti mempedulikanmu. Dan, yang benar-benar memang kerapkali tampak biasa-biasa saja. Tampak samar meski tanpa ada keraguan di sana. Jika pun kita bertemu, itu pun hanya berpapasan saja. Singkat. Hanya cukup melontarkan nama dan saling melengkungkan senyuman ramah. Sesingkat itu. Lantas, kau dan aku pun melenggang ke jalan yang berbeda. Berpisah di persim

Hadapi Masalah Yang Memporak-porandakan Harapan

Gambar
Dalam hidup yang fana ini, tak ada jalan yang datar saja. Tak ada. Lika-liku dalam hidup pastilah ada. Curam. Menukik. Terjal. Semuanya sekilas tampak menakutkan. Jalan yang dikira sulit, padahal belum dilalui. Jalan yang menciutkan semangat yang semula membara dalam dada. Menebas segala asa yang sudah tertata rapih sedari dulu. Memporak-porandakan harapan akan impian di masa depan. Hidup memang tak semudah itu, tapi hidup juga tak sesulit apa yang kitapikirkan. Jalani saja. Hiraukan seberapa sulitnya menjalani hidup. Hiraukan kecemasan yang merusak rencana-rencana baik di masa yang akan datang. Berpikirlah yang baik-baik. Jangan ada kata, "Ini sulit." Tepiskan kata itu dari benakmu. Jauhkan dan hindari. Sebab, dalam hidup pasti lah ada problema. Masalah. Namun, masalah yang dihadapi oleh setiap insan itu pasti lab berbeda-beda. Tak sama. Takkan pula persis. Jika kita punya masalah, rasanya... buyar sudah segenap asa yang menumpuk dalam pikiran. Yang ada, hanya masal

Berkas-berkas Kenangan Yang Telah Usang

Gambar
"Berkas-berkas Kenangan Yang Telah Usang" Mentari mulai merangkak naik, tinggalkan peraduannya. Aroma embun pun menyelinap ke sela-sela jendela kamarku. Tiupan angin membawanya menerpaku, jamahi pipiku lembut. Kala itu, aku tak sengaja menemukan beberapa lembar kertas yang terlanjur usang. Warna putihnya telah kusam. Penuh debu. Namun, tersemat banyak kenangan di sana. Seketika aku pun terkesiap menatap kertas usang itu. Salah jika aku tak ingat semua. Tapi, aku benar-benar mengingatnya. Haruskah kubuang bagian dari kenangan dalam hidupku ini? Haruskah kusobek-sobek kertas berisi tulisan ini? Haruskah kuenyahkan segala bentuk kenangan yang tersembunyi ini? Sekali lagi aku menatap kertas itu lamat-lamat. Kuteringat. Mengenang. Hatiku kian berkecamuk. Nyanyian sendu tiba-tiba saja terembuskan oleh tiupan angin. Aku semakin ingat. Dan aku tak mungkin lupa; pada semua kenangan yang telah kubuat. Aku tak mungkin lupa; pada cerita pertama tentang bagaimana Tuhan mempe

Antara Melupakan Atau Menanti Tabir Tuhan Tersingkap

Gambar
Aku pernah mencoba untuk melupakanmu. Dan, kupikir aku telah berhasil menepismu dari dalam ingatanku sejak perpisahan itu berlalu. Tapi ternyata, dugaanku salah. Sebuah upaya untuk melupakanmu ternyata bukan perkara yang mudah. Melupakanmu ternyata tak semudah 'angin yang menyibak dedaunan hingga jatuh'. Pun, tak bisa sesingkat itu. Dan detik ini juga, terbesit dalam ingatanku untuk melupakanmu lagi. Saat mentari bersinar terang, dan saat langit tengah membiru indah. Cerah. Saat itu pula, ada keraguan yang melembayang dalam benakku. Bahwa; haruskah aku melupakanmu untuk yang kedua kalinya? Sementara, takdir tanpa kebetulan selalu mempertemukan kita kembali. Bukankah tak ada yang kebetulan di dunia ini? Aku tahu betul bagaimana dirimu, meski tak sepenuhnya tahu. Apalagi tentang hatimu dan perasaanmu. Sungguh, itu adalah apa yang tidak kuketahui tentang dirimu. Bolehkah kutanyakan pada angin yang bertiup kencang; antara melupakanmu atau tetap bertahan dalam penantian pa

Kebisuan, Kita, Dan Jarak Yang Masih Bisa Diukur

Gambar
Sejak saat sang surya terbit dari ufuk timur, hingga senja pun mulai menjelma, kata-kata itu kian menumpuk dalam pikiranku. Menjejali memoriku. Tertata dengan kacau, berantakan. Entah darimana aku harus memulainya. 'Tuk mengatakannya. Ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu. Namun, lidah ini terasa beku tiapkali kudengar suaramu. Mungkin, ini akibat dari kerenggangan yang tercipta antara kau dan aku. Padahal, aku bisa merasakan kehadiranmu. Aku pun bisa mengukur jarak yang merentang antara kau dan aku. Tapi, ada hal yang tak ku bisa; tentang apa yang kaurasa. Tentang perasaanmu. Ya, entah. Kali ini biar kukatakan 'entah'. Sebab, aku benar-benar tak tahu. Dan kini kusadari; bahwa hari-hariku mulai berganti tanpa sapaanmu dan tanpa mendengarkan cerita darimu. Meski pun terkadang kulihat senyuman melengkung indah di bibirmu dan kau pun tertawa bersama teman-temanmu. Mengapa aku bisa tahu? Ya... karena, aku diam-diam memperhatikanmu. Walau tidak selalu. Tak setiap de

Cinta Tak Bisa Dipaksakan

Aku tahu bahwa; cinta tak bisa dipaksakan. Maka, biarkan rasa fitrah itu tumbuh apa adanya. Mengalir seiring dengan bergulirnya masa. Hadir tanpa ada paksaan sedikit pun, dan menyusupi hati tanpa perlu kita mengumumkan kekosongan hati kita. So, let it flow! Sekuat apapun kita ingin membersamai langkahnya, dan sekuat apapun usaha kita untuk membuatnya jatuh ke pelukan kita... jika bukan jodohnya, maka sia-sia lah sudah apa yang telah kita tunjukan demi dia. Dia yang belum tentu jodoh kita dan belum tentu tercipta untuk kita. Maka, apa yang harus kitalakukan? Sederhana saja. "Mulailah bersikap lebih bijak dalam menghadapi perkara HATI." Caranya; dengan tidak terlalu berharap pada si dia yang jelas-jelas belum tahu bagaimana perasaannya pada kita. Karena, bukankah berharap pada hamba-Nya hanya akan menimbulkan luka yang tak singkat 'tuk lenyap? Bukankah memang begitu? Maka, selayaknya kita berharap hanya pada Tuhan Yang Maha Segalanya. Lihatlah! Begitu banyak pasanga

Penantian Bunga Pada Kumbang

Gambar
Aku sebagai bunga yang menunggu kumbang, hanya bisa menanti dan menanti. Berdoa dengan beriring ikhtiar agar kelak aku bisa bersatu dengan seseorang yang sekufu denganku. Di penantian yang panjang ini, aku yang berhati lemah hanya bisa berupaya 'tuk tetap menata hati, agar tak terenyuh oleh kata-kata manis yang ditebarkan oleh para kumbang yang mendekat. Agar tak mudah bersedih saat menonton fim-film dramatis. Pun, agar tak mudah berpaling ke hati yang lain, meski ku tak tahu dimana rimbanya dan siapa dirinya. Yang terpenting, dalam penantian panjang ini, aku hanya bisa berusaha untuk kuat menahan segala cobaan dan godaan. Aku pun sadar bahwa; pacaran itu haram hukumnya. Ingat! HARAM. Maka, aku memilih untuk sendiri saja. Jomblo fii sabilillah. Jomblo untuk menjaga mutiaraku yang paling berharga, pun untuk memelihara diri dari beragam fitnah dan dosa. Ukhtii... Bersabarlah dalam penantianmu. Bersabarlah! Jadikan ikhtiarmu sebagai perjuanganmu untuk menjemput cintanya; ci
Bumi ditakdirkan untuk berputar pada porosnya. Waktu ditakdirkan untuk terus bergulir selama Tuhan berkehendak. Mentari ditakdirkan untuk menyinari embun di pagi hari dan untuk menemani insan-insan tuk menjemput mimpinya. Lembayung ditakdirkan untuk bernaung di kala senja dan sebagai teman magenta. Bintang gemintang ditakdirkan untuk mengerling ditengah gegap gempita. Rembulan ditakdirkan untuk memberikan cahaya di kegelapan malam. Namun... Akankah engkau ditakdirkan untukku? Aku pun tak tahu. Sebab, hanya Tuhan Sang Pemilik kita lah yang mengetahui jawaban atas semua pertanyaan itu. ✏ (Saling Dipasangkan Oleh Takdir) ⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐ ⭐⭐⭐⭐⭐⭐ ⭐⭐⭐⭐⭐⭐ 🔐 ✏✏ 🗼🗼🗼🗼🗼 📝📝 📓📓📓

Sebuah Alasan dan Kenangan Manis

Gambar
Terkadang, ada sedikit rasa ingin 'tuk bertemu. Dan, terkadang ada pula rasa ingin 'tuk menjaga jarak. Hari demi hari terus terlewati. Berlalu tanpa meninggalkan cerita antara kau dan aku, Duhai Sahabatku. Berlalu tanpa senyumanmu yang biasa memberikan keteduhan. Kini, segalanya terasa hampa. Tapi, tak sehampa doa-doaku yang selalu terselipkan namamu, Duhai Sahabatku. Beriring tasbih yang terucap lirih. Bertemankan dzikir seraya mengingat-Nya. Mungkin, kau tak tahu betapa aku merindukanmu. Aku... sebagai teman, rakan, dan sahabatmu sejak dulu; sejak kau dan aku masih amatlah lugu dan polos. Belum mengerti banyak hal, begitu pun tentang makna persahabatan. Benar kan? Atau... justru kau sudah tahu karena kau mampu menafsirkannya lewat sorotan mataku. Duhai Sahabatku... Aku sadar betul; bahwa masa-masa kecil itu takkan mungkin terulang kembali. Masa-masa indah itu pun tiada mungkin dapat kuputar kembali. Sebab, semua itu hal yang mustahil. Keadaan telah berubah. Tak lagi

Ekspresi Rindu

Gambar
Daku tak dapat mengelak jika rindu telah tiba di depan pintu hati lalu bertandang di lubuk hatiku. Bersemayam di dalamnya. Sungguh aku pun tak mampu menahan waktu yang terus berlalu dan menyisakan kenangan di setiap detiknya. Sungguh aku tak bisa. Tak bisa. Dan tak bisa melawan takdir yang seharusnya begitu. Rindu... Mungkin inilah rasaku. Aku pasrah menerimanya, ikhlas menikmati tiap buaian pilunya dan rela merintih dalam kesenyapan lisanku. Bagiku, rindu memang memilukan, pun menyakitkan. Namun, rindu punya cara tersendiri 'tuk buatku tersenyum lagi dan merasa bahagia. Rindu. Rindu adalah hal terajaib yang kutahu di alam semesta ini. Sebab, rindu selalu menghadirkan doa-doa tulus yang terlantun pada Yang Maha Kudus. Sebab, rindu kerapkali membuatku tersadar akan sebuah perjumpaan yang disertai alasan mendalam dan atas skenario-Nya. Sebab, rindu punya banyak makna yang tak cukup dijabarkan lewat kata-kata logika ataupun kata-kata nurani. Ya. Rindu memang terkesan rumit tap

Aku Tidak Tahu

Gambar
Aku tak tahu. Ya, tidak. Mungkin aku lupa. Tentang bagaimana skenario Tuhan mempertemukan kita di kala itu. Saat semuanya terasa sangat asing. Bahkan, mungkin saja kita yang terlalu lugu pada semua hal itu. Pertemuan kita. Pertemuan yang benar-benar sulit 'tuk diingat. Sebab, waktu itu ada pada lembaran-lembaran usang saat kita tak mengerti apa-apa tentang Cinta. Lembaran itu telanjur kusut. Karena, jujur saja aku tak tekun membukanya. Jika pun aku membukanya. Mungkin, aku akan merintih dan terisak. Hingga air mataku memburai menggenangi pipiku. Mengapa? Karena, seberapa kuat pun aku ingin mengingatnya, justru memoriku kian melemah. Benakku takkan menangkap ingatan apapun tentangmu dan tentang kita di masa silam. Bukan karena aku AMNESIA. Bukan. Bukan karena itu. Namun, alasannya karena waktu itu aku dan kau terlalu acuh pada rasa yang perlahan timbul seperti saat ini. Ya, kita terlalu acuh satu sama lain karena kita terlalu polos. Lugu. Dan, sampai saat ini aku masih ta

Perpisahan dan Jarak

Gambar
Mungkin, aku yang sadar lebih dulu daripada dikau. Bahwa akan ada perpisahan kecil diantara kita. Mungkin saja perpisahan besar. Perpisahan yang akan mencipta jarak antara kita. Semacam spasi yang tak restui kita 'tuk bersua seperti dahulu. Saat semuanya baik-baik saja. Ya. Padahal, kala itu aku tak sepenuhnya baik-baik saja. Tanpa kautahu aku didera rasa cemas yang tak terperikan. Cemas. Resah akan terjadinya suatu momen indah yang 'kan menjelma menjadi sebuah kenangan tanda perpisahan. Kenangan yang (bagiku) tak mudah 'tuk dilupakan. Sebab, ada dirimu, bayangmu, namamu dan semua tentangmu didalamnya. Berpisah. Ya, itulah yang akan terjadi. Meski bukan dalam hitungan hari, tapi hitungan bulan, tetap saja itu perpisahan yang akan membuatku beku bersama semua kenangan dan rasa yang tak pernah kuutarakan. Ini... mungkin hanya soal jarak dan waktu. Perpisahan ini akan melebur dalam rindu. Sebab, kita memang punya pilihan yang tak sama; Jalan kita benar-benar berbeda. Nam