Sabar, Luka, dan Kepergian Tanpa Pamit
Aku yang menyayangimu tanpa pernah lelah. Aku yang merindukanmu, meski tak pernah tahu apakah rinduku ini terbalaskan. Aku juga yang mendoakanmu usai kubermunajat pada-Nya, walau ku tak tahu apakah kau pun merapal namaku dalam doamu. Aku tak tahu. "Aku... Aku... Dan, selalu aku." Kali ini, aku dihadapkan pada dua pilihan yang membuatku dilema. Pilihan yang entah akan menjadi awal ataupun akhir. Antara menitipkan cintamu pada-Nya atau membiarkan perasaan ini pergi tanpa menyisakan luka yang menyayat nurani, menyiksa. Ya, kuakui ini menyiksa. Kucoba 'tuk memahami isi hatiku sendiri. Kucoba 'tuk melontarkan tanya pada sukmaku. 'Apakah aku benar-benar mencintainya?" Bukan berarti aku ragu pada perasaan yang telah tumbuh dalam hatiku. Bukan... Aku hanya ingin meyakinkan sepotong hatiku saja. Bahwa ternyata benar, perasaan itu benar-benar ada. Bersemayam di sudut-sudut qalbu yang hampa. Bertengger pada pohon-pohon harapan yang melangit ke angkasa. Dan,