Mimpi yang Terlewatkan (SBMPTN)

Entah mengapa aku selalu saja melankolis bila melihat lembaran-lembaran kertas berwarna pink itu, lantas memori lama itu kembali melembayang dalam pikiranku.

Air mataku meluruh, hatiku bergemuruh riuh, dan perasaanku tersayat-sayat hingga benar-benar merapuh.

Bagaimana tidak?

Aku pernah berjuang sekuat tenaga untuk meraih impianku. Aku pernah meluangkan waktu luangku hanya untuk menatap buku dan terus berpikir keras. Sampai hari penentuan itu tiba---saat aku harus menguras pikiranku dengan soal-soal yang perlu penalaran dan pertimbangan logika. Dan saat itulah otakku bekerja.

Waktu pun terus merangkak maju, dan hari yang sangat bersejarah itu akhirnya berhasil kujalani, berhasil kulewati. Dalam hati aku merasa lega, karena ini adalah kali pertama aku mengikuti test SBMPTN. Aku pun pulang melewati jejalanan protokol di kota Bandung yang selalu terlihat ramai, tak lengang seperti di desaku. Jejalanannya pun sulit kuingat, karena penuh dengan belokan, pertigaan, dan nama-nama jalannya yang bervariasi.

"Apa pun hasilnya nanti, aku harus menerimanya. Aku telah berikhtiar sekuat tenaga. Jika pada akhirnya aku harus kecewa dan terluka, mungkin itulah garis takdir yang telah ditentukan oleh-Nya." Itulah ikrar yang kukatakan pada diriku sendiri.

Hari demi hari pun terus kulalui. Aku diliputi perasaan yang sangat sulit untuk kujabarkan. Hatiku pun membuncah, tak tenang menanti sebuah hasil yang kunanti-nantikan.

Apakah aku lulus? Apakah impianku akan terwujud?

Namun, terkadang kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuharapkan. Ekspektasiku sirna sudah. Semangatku serasa telah punah. Sebuah kenyataan pahit harus kutelan sendiri dan aku mesti menerimanya dengan lapang dada.

Aku dinyatakan TIDAK LULUS.

Dan detik itu juga, dentang waktu terasa begitu lambat. Hatiku tersesat dalam sedih yang penuh dengan jerat. Perasaanku luluh-lantak. Harapanku telah porak-poranda, tinggalkan serpihannya saja. Namun entah mengapa, air mataku tak kunjung berjatuhan. Padahal dadaku telah mencapai sesak yang paling klimaks.


Sukmaku pun sudah sedari tadi hancur berkeping-keping, tapi dengan begitu piawainya aku berdrama dengan menunjukkan senyuman tipis. Senyuman yang paling menyakitkan yang baru kali ini kurasakan. Ya, aku masih bisa tersenyum. Aku masih bisa tersenyum, walaupun hatiku teramat lara dan rasakan kecewa yang tiada tara.

Dan tak ada yang tahu bahwa; di balik senyuman itu aku menyimpan sejuta luka yang semakin menganga.

Namun aku tak bisa berbuat apa-apa lagi, karena itu takdir-Nya. Aku tak berdaya, benar-benar tak berdaya. Hatiku memendam jutaan kecewa dan durja. Dan aku masih terus berpura-pura bahwa aku tidak apa-apa. Padahal sebenarnya aku sedang tidak baik-baik saja.

"Nothing's fine after someone's get hurt and disappoint."




-Sebuah Prosa dari Kisah Nyata-
#TrueStory #Fail #SBMPTN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maka Biarkan Aku Menangis 💧

Teka-Teki Rasa dan Waktu

Sabar, Luka, dan Kepergian Tanpa Pamit