Postingan

Mimpi yang Terlewatkan (SBMPTN)

Entah mengapa aku selalu saja melankolis bila melihat lembaran-lembaran kertas berwarna pink itu, lantas memori lama itu kembali melembayang dalam pikiranku. Air mataku meluruh, hatiku bergemuruh riuh, dan perasaanku tersayat-sayat hingga benar-benar merapuh. Bagaimana tidak? Aku pernah berjuang sekuat tenaga untuk meraih impianku. Aku pernah meluangkan waktu luangku hanya untuk menatap buku dan terus berpikir keras. Sampai hari penentuan itu tiba---saat aku harus menguras pikiranku dengan soal-soal yang perlu penalaran dan pertimbangan logika. Dan saat itulah otakku bekerja. Waktu pun terus merangkak maju, dan hari yang sangat bersejarah itu akhirnya berhasil kujalani, berhasil kulewati. Dalam hati aku merasa lega, karena ini adalah kali pertama aku mengikuti test SBMPTN. Aku pun pulang melewati jejalanan protokol di kota Bandung yang selalu terlihat ramai, tak lengang seperti di desaku. Jejalanannya pun sulit kuingat, karena penuh dengan belokan, pertigaan, dan nama-nama jala

Teruntuk Sahabatku yang Mulai Jauh

Gambar
Benar. Tak ada kata sepakat antara kita untuk saling menjauh. Namun, lambat-laun semesta mulai mengarang drama yang memaksa kau dan aku untuk saling berjauhan. Suatu spasi bernama jarak membentang tak terkira. Lantas, aku bisa apa? Duhai sahabat, selalu kusematkan namamu dalam doaku. Semoga kau bahagia dan selalu sehat di mana pun kau berada. Dan masih banyak doa-doa yang kulantunkan pada Sang Pemilik Jagad Raya---yang tak mungkin kujabarkan satu per satu. Duhai... Tak apa bila kita berjauhan. Aku pun tak apa-apa bila kau tak lagi memberi kabar padaku. Aku tidak apa-apa---walaupun aku sangat ingin tahu keadaanmu. Aku akan baik-baik saja di sini meski harus melawan sepi. Aku akan selalu baik-baik saja, kendatipun rindu-rindu mulai menggelepar dan bertandang ke sudut-sudut hatiku. ✏ Teruntuk Sahabat yang Mulai Menjauh Putri Senjađź‘‘ 23 Juli 2017 20:52 WIB

Teruntuk Akhwat Akhir Zaman

Ukhtii, berhentilah mencari yang baik. Tapi, belajarlah untuk menjadi baik. Karena, Allah pasti akan mempertemukan kau dengan dia yang ada di belahan bumi mana pun. Percayalah. Dan, berikhtiarlah. Namun, ikhtiarmu bukan dengan cara mengumbar-umbar kecantikan parasmu di timeline social media-mu. Bukan begitu, Ukhtii. Tapi, ikhtiar yang benar-benar ikhtiar. Yakni; memperbaiki diri, Gadhul bashar, Sering shalat di sepertiga malam, Menghindari chat-chat yang tidak jelas dengan ikhwan, Dan, bukan dengan cara menunjukkan bahwa kamu itu KEKINIAN. Sungguh bukan! Yuk, Ukhtii..... Kita sama-sama berpikir sambil zikir. Jangan sampai kita terlena pada ketampanan dirinya saja. Yang penting akhlaq dan keimanannya. Karena, yang punya tampang rupawan belum tentu bisa ngaji dan jadi imam kita kan? Belum tentu juga nuntun kita di jalan kebaikan kan? *** Dariku: Yang masih belajar tentang hal-hal yang kutulis di atas. Aku tak sebaik yang kaukira. Tapi, aku pun tak seburuk apa ya

Celotehan Akhwat Akhir Zaman

Gambar
Biar... Ku biarkan hatiku menghening. Ku biarkan hatiku tak bertuan. Sebab, aku tak ingin menjebak perasaanku (lagi) pada jerat rasa yang belum pasti dan tak halal. Aku pun tak ingin hatiku luluh-lantak dan hancur berkeping-keping karena dikecewakan oleh si dia yang pada akhirnya hanya singgah dalam hidupku. Ya, memang benar. Terkadang Allah  mengutus seseorang ke hidup kita hanya untuk sekadar singgah saja lantas berlalu dan meninggalkan jejak bernama kenangan. Seperti angin yang bertiupan di udara. Begitulah kehidupan. Ada yang sekadar melintas saja dan ada pula yang ditakdirkan untuk menetap 'tuk membersamai kita. Detik ini, aku sedang merangkak-rangkak untuk berubah; berubah ke arah yang lebih baik. Aku... tengah bermusafir di koridor-Nya 'tuk meraih rida Yang Maha Pencipta. Karena, dulu, jauh sebelum hari ini, aku bukanlah aku yang sekarang. Sudahlah, itu masa laluku. Tak perlu kuungkit-ungkit lagi. 'Aku tak sebaik yang kaukira, tapi aku juga tak seburuk apa

Teka-Teki Rasa dan Waktu

Gambar
Entah sejak kapan perasaan ini menghunjam ke relung hatiku. Aku pun tak tahu pasti. Sebab, akhir-akhir ini ada desiran rindu yang mengetuk-ngetuk pintu hatiku. Rindu itu kadangkala menyapaku di pagi hari, siang hari, senja, dan malam hari. Ah! Mungkin, aku merindukanmu setiap waktu. Ya. Aku merindukanmu, tapi aku tak berani mengungkapkannya padamu. Bukan karena aku takut, bukan pula karena aku tak punya nyali. Tapi, inilah aku: wanita biasa yang hanya bisa merindukanmu dalam-dalam dan mendoakanmu diam-diam. Aku pun punya satu alasan mengapa aku tak berani 'tuk berterus-terang dan mengatakan, "Aku rindu padamu." Walau hanya tiga patah kata saja, namun bagiku kata-kata itu sungguh sulit 'tuk kuutarakan padamu. Karena, kutahu; kau adalah seseorang yang masih bersemayam dalam ruang keterasingan dalam benakku dan hatiku. Bahwa aku belum lama mengenal dirimu. Pun, dengan kau. Ya, kita sama-sama terjebak dalam labirin keterasingan. Yang terkadang membuatku ra

Teka-Teki Rasa

Gambar
"Jelas saja lukamu tak kunjung pergi dari lubuk hati. Sebab, ternyata kau selalu memanggilnya dengan tanpa sadar dan terus memikirkannya. Bahkan, mengharapkannya datang (lagi)." Ukhtii... Untuk apa kau menangisinya yang telah pergi dengan yang lain? Untuk apa kau menimbun harapan padanya yang tak bersedia memberikanmu kepastian. Bukan hanya kepastian, bahkan karena sudah tak ada lagi harapan dan tak ada lagi cinta untukmu di ruang hatinya. Duhai, Ukhtii... Sadarlah! Pabila kau berkata, "Aku tak bisa melupakannya." Itu adalah ungkapan yang keliru. Salah. Yang benar adalah; aku belum bisa melupakannya. Melupakan memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Entah itu karena terlalu banyak untaian KENANGAN yang telah ia ciptakan, entah itu karena kau berpikir bahwa dialah yang terbaik dan tak ada yang lebih baik dari dirinya,..., atau dalih apapun itu. Yang pasti... Ukhtii mesti bangkit dan mulai berjalan lagi. Melupakan juga ada prosesnya, lho. Ingat! Unt

Pelampiasan, Cinta Sendiri, dan Kepercayaan

Gambar
Pernah kudengar curahan hati dari seorang gadis. Ia bercerita tentang keluh-kesahnya, kegelisahan di hatinya, dan kemuraman yang bertandang ke ruang qalbunya. .............. Panjang lebar ia bercerita tentang durja yang menggunung di lubuk hatinya. Juga... tentang seseorang yang ia cinta yang tak jua memberi kabar akan pesan singkat semalam. Sebuah pertanyaan pun mencuat dalam benak gadis itu. "Apakah aku hanya dijadikan pelampiasan semata?" Aku pun berpikir keras lantas menatap langit. Hatiku membatin. Bukankah cinta perlu kepercayaan? Dalam hal ini... aku tak melihat kepercayaan itu di dalam diri gadis itu. Sekali lagi, hatiku menegaskan bahwa cinta sejati itu dilandaskan atas sebuah kepercayaan. Kepercayaan yang kokoh. Itu yang kutahu. Tapi... jika kepercayaan itu telah pupus, apakah itu benar-benar cinta? Kurasa itu bukan cinta. Mungkin... itu hanyalah ego saja yang berkecimpung dengan hasrat semata. *** Di usia yang sudah menginjak dewasa ini, kup