Rindu, Perasaan, dan Maafku Padamu



Duhai, Akhii... ukhtii...
Jangan menyalahartikan perasaan bila resah tiba-tiba menyelundup merasuki hati. Pun, jangan terburu-buru menyimpulkan sebuah perasaan yang memang belum tentu apa maknanya. Jangan... Sebab, akan berbahaya jika kita menerka-nerka semua itu.

Resah... Apakah itu pertanda rindu?
Gelisah... Apakah itu juga pertanda rindu?

Cobalah untuk tidak menanyakan hal itu pada postingan-postingan di dunia maya. Tapi, cobalah tanya pada hati kecilmu sendiri. Bukankah hati selalu berkata jujur? Dan bukankah hati adalah kerajaan tubuh? Tentu saja; hati adalah muara kejujuran yang paling jujur. Maka, janganlah sungkan untuk berdialog dengan hati kita sendiri... baik saat sedang dilingkupi sepi atau pun riuh. Karena, hati selalu siap sedia untuk menerima apa pun pertanyaan yang diajukan. Dan, hati selalu punya JAWABAN sekali pun itu jawaban yang sulit 'tuk diutarakan.

Apabila kita sudah mendapatkan jawaban dari lubuk hati terdalam, maka adukanlah pada Tuhan Yang Maha Segala. Adukan dan tanyakan; apa benar ini adalah perasaan yang murni dari-Mu? Apa benar perasaan ini tidak ada sangkut pautnya dengan rayuan syaithan yang kerapkali membisik-bisiki pada hati manusia? Apa benar, Ya Ilahi?

Jika perasaan ini benar, maka tunjukkan. Tapi, jika perasaan ini salah, maka tolong pupuskan. Karena, sebagai seorang hamba-Mu yang dhaif... daku tak ingin 'tuk terjerembab pada palung kegelapan yang paling kelam. Daku pun tak ingin bersimpangan dari jalan al-haqq yang kini tengah kupijaki. Sungguh daku tak ingin. Sebab, untuk berada di tengah-tengah perjalanan ini pun rintangan yang telah kulalui pun sudah begitu sulit. Namun, kutahu; Allah Maha Baik. Sehingga, serumit apa pun jalan yang kuhadapi... selika-liku apa pun asalkan atas izin dan kehendak-Nya, pada akhirnya Allah lah yang membuatku bisa. Bisa untuk tetap bertahan. Bisa untuk terus melangkah dan memperjuangkan kebenaran yang indah.

Sungguh. Allah Maha Baik. Ia mengajarkanku bagaimana mengenali hati dan perasaan kita sendiri. Sehingga, saat rasa rindu itu benar-benar mengetuk pintu hati, daku pun tiada kehilangan kendali. Pun, tidak menyiksa batinku sendiri sendiri dengan bersedih hati. Yang kulakukan ketika merindukan seseorang adalah; mengembalikan dan memasrahkan segalanya pada-Nya. Ya... pasrah. Namun bukan berarti aku kalah dan benar-benar menyerah. Bukan.

Pasrahku ini adalah upayaku untuk menjaga apa yang telah dianugerahkan oleh-Nya. Pun, ini adalah usahaku untuk bersandar pada benteng kesabaran.

Jujur saja, daku tak ingin jauh dari-Nya hanya karena merindukan hamba-Nya. Sehebat apa pun dia yang kupuja, setangguh apa pun dia yang kucinta,... tetaplah Allah dan Rasulullah yang paling istimewa dan mulia. Sebab, Tanpa-Nya aku tiada. Tanpa-Nya aku tidak bisa apa-apa. Karena-Nya aku hidup. Dan, pada-Nya lah aku kembali.

"Kutempatkan dirimu di nomor ke sekian. Sebab, bagiku Allah adalah segalanya. Maaf, Akh... Kuharap dikau mengerti. Semua ini kulakukan demi kebaikanmu dan kebaikanku juga. Semua ini kulakukan agar kau tak menyalahartikan perasaan, entah itu rasa rindu, cinta, atau pun yang semisalnya."

***

Jum'at, 31 Maret 2017
12:07

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maka Biarkan Aku Menangis 💧

Luka, Harapan, dan Secercah Cahaya dari Tuhan

Celotehan Akhwat Akhir Zaman