Antara Melupakan Atau Menanti Tabir Tuhan Tersingkap



Aku pernah mencoba untuk melupakanmu. Dan, kupikir aku telah berhasil menepismu dari dalam ingatanku sejak perpisahan itu berlalu. Tapi ternyata, dugaanku salah. Sebuah upaya untuk melupakanmu ternyata bukan perkara yang mudah. Melupakanmu ternyata tak semudah 'angin yang menyibak dedaunan hingga jatuh'. Pun, tak bisa sesingkat itu.

Dan detik ini juga, terbesit dalam ingatanku untuk melupakanmu lagi. Saat mentari bersinar terang, dan saat langit tengah membiru indah. Cerah. Saat itu pula, ada keraguan yang melembayang dalam benakku. Bahwa; haruskah aku melupakanmu untuk yang kedua kalinya? Sementara, takdir tanpa kebetulan selalu mempertemukan kita kembali. Bukankah tak ada yang kebetulan di dunia ini?

Aku tahu betul bagaimana dirimu, meski tak sepenuhnya tahu. Apalagi tentang hatimu dan perasaanmu. Sungguh, itu adalah apa yang tidak kuketahui tentang dirimu.

Bolehkah kutanyakan pada angin yang bertiup kencang; antara melupakanmu atau tetap bertahan dalam penantian panjang. Bolehkah kutanyakan pada hati kecilku sendiri? Karena, sebenarnya hatiku tahu bahwa aku masih sanggup bertahan menunggumu, hingga pintu hatimu terbuka. Walaupun aku tak tahu sampai kapan hatiku akan kuat dan tetap sabar. Ya, entah.

Kata orang lain, "Sabar itu ada batasnya." Tapi... bagiku, sabar itu tidak berbatas ruang dan waktu. Selama hati kita mampu, Tuhan pun pasti akan menguatkan kita dengan kemahabesaran-Nya. Apalagi, sabar dalam penantian menunggu jawaban. Jawaban atas doa-doa yang selalu kitapanjatkan pada-Nya.

Lantas, apa yang harus kulakukan? Apa harus kutanyakan langsung padamu? Sementara, takkan lama lagi aku pergi jauh meninggalkanmu. Mengembara 'tuk meraih mimpi. Berkelana ke tempat yang jauh darimu.

Maka, sebelum aku benar-benar pergi dan menjauh darimu, izinkanlah aku untuk menerbangkan mimpi-mimpi yang telah kita tulis pada secarik kertas yang berbeda. Maukah kau? Adakah sedikit waktu untuk kitabersua sebelum kita betul-betul berpisah? Jika ada, semoga Tuhan membersamakan kita lagi sebelum aku benar-benar jauh darimu.

Melupakanmu. Aku sudah mencobanya berkali-kali. Dan, kini aku tak berdaya lagi untuk berbuat itu lagi. Melupakan. Dayaku telah terkuras habis. Hatiku telah lama terkikis. Dinding-dinding qalbuku pun telah teriris-iris. Miris. Karena, selalu ada luka yang merongrongi hatiku tiapkali ingatan tentangmu kembali terngiang-ngiang. Luka yang sederhana tapi mahadahsyat. Sesederhana bahagia yang kemudian luka pun hadir menjelma.

Apa kau tidak tahu apa yang selama ini kusembunyikan? Apa kau tak bisa membaca sorotan mataku yang berbinar tiapkali kitabersama? Apakah kau tak peka?

Satu hal yang kuyakini untuk saat ini; bahwa sebenarnya kau pasti sudah tahu tabir hatiku. Tentang perasaanku yang kupendam entah sejak kapan. Tentang cinta yang tiba-tiba datang menyelinapi qalbuku. Tentang anugerah yang tertuju untukmu.

Tapi, kau seolah-olah diam. Maka, kubiarkan skenario Tuhan yang 'kan mengatur segalanya. Tentang alur cerita antara kau dan aku ini. Kubiarkan doa-doaku tetap terisi dengan namamu. Kubiarkan hatiku terus menyebut asma-Nya yang telah begitu luarbiasa menciptakanmu. Dan, kini 'kan kunantikan sebuah jawaban atas semua pertanyaan yang selama ini kuutarakan pada Tuhan. Hingga... sebuah tanda tanya pun tercipta. Teka-tika tentang sebuah rahasia Ilahi. Menjadi misteri yang kelak akan tersingkap. Hanya saja, aku perlu menunggu lama untuk memlihat tabirnya terbuka.

7 Februari 2017
#CatatanHime
(Antara Melupakan Atau Menanti Tabir Tuhan Tersingkap)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maka Biarkan Aku Menangis 💧

Luka, Harapan, dan Secercah Cahaya dari Tuhan

Celotehan Akhwat Akhir Zaman