Berkas-berkas Kenangan Yang Telah Usang


"Berkas-berkas Kenangan Yang Telah Usang"



Mentari mulai merangkak naik, tinggalkan peraduannya. Aroma embun pun menyelinap ke sela-sela jendela kamarku. Tiupan angin membawanya menerpaku, jamahi pipiku lembut. Kala itu, aku tak sengaja menemukan beberapa lembar kertas yang terlanjur usang. Warna putihnya telah kusam. Penuh debu. Namun, tersemat banyak kenangan di sana.

Seketika aku pun terkesiap menatap kertas usang itu. Salah jika aku tak ingat semua. Tapi, aku benar-benar mengingatnya.

Haruskah kubuang bagian dari kenangan dalam hidupku ini? Haruskah kusobek-sobek kertas berisi tulisan ini? Haruskah kuenyahkan segala bentuk kenangan yang tersembunyi ini?

Sekali lagi aku menatap kertas itu lamat-lamat. Kuteringat. Mengenang. Hatiku kian berkecamuk. Nyanyian sendu tiba-tiba saja terembuskan oleh tiupan angin. Aku semakin ingat. Dan aku tak mungkin lupa; pada semua kenangan yang telah kubuat. Aku tak mungkin lupa; pada cerita pertama tentang bagaimana Tuhan mempertemukan kau dan aku.

Aku sadar betul; bahwa aku tak sepenuhnya mengingat semua. Pun, tak mengingat sesempurna itu. Hanya saja, memoriku telah merekam bagian-bagian pentingnya. Tentang; latar tempat saat pertama kali takdir Tuhan mempertemukan kita, latar waktu kala kau dan aku masih sama-sama belum mengerti makna mimpi yang sesungguhnya, dan latar suasana yang kini jauh berbeda dengan nuansa di lingkungan kau dan aku. Berbeda.

Sejak saat itu, aku tak bisa berhenti untuk mengingat kau dan kenangan usang yang berbalut kisah menyenangkan. Ya, menyenangkan. Semenyenangkan saat kau dan aku saling bermain tanpa hiraukan soal perasaan. Mengejar dan dikejar. Saling mengganggu satu sama lain. Ach! Sungguh KENANGAN yang menggembirakan.

Detik itu pun rasanya ingin kuulang kembali. Namun, kutahu semua itu mustahil. Bahwa masa yang sangat menyenangkan itu telah berlalu. Menjelma menjadi sebuah kenangan. Kenangan yang kian bercabang. Berbeda alur. Dan, kini semua itu rasanya sudah saling berdekatan. Kenangan itu melingkupiku lagi. Tanpa kuminta. Tanpa kumohon. Tanpa kumerengek pada Tuhan. Tanpa kumerintih agar semuanya bisa terulang. Sedikitnya... bisa membuat ingatanku pulih dari segenap kepenatan.

Kenangan itu masih sering melembayang dalam benakku. Meski telah usang, tapi kenangan itu tetaplah utuh. Terbingkai indah di dasar qalbu. Meski sudah tertutup selama bertahun-tahun. Terkubur bersama indahnya kebersamaan. Tapi, kenangan usang itu sangatlah berharga untuk masa depanku nanti.

Tanpa masa lalu, akan jadi apa nanti masa depanku? Tanpa masa lalu, aku tak bisa mengenang. Pun, tak bisa bersua lagi dengan orang-orang tertentu. Perihal bersua kembali... kuserahkan segalanya pada Tuhan Yang Maha Menentukan. Kupercaya bahwa; skenario Allah SWT akan lebih indah. Dan, hati kecilku pun tak bisa menerka-nerka perkara itu. Maka, kubiarkan hati ini menanti. Menanti jawaban atas semua pertanyaan yang kuajukan pada Tuhan di setiap doa-doaku. Berlapang dada saat kumengingat dan saat kuterpisah untuk yang kedua kalinya. Ketiga kali mungkin...
***
Rancah, 28 Januari 2017
#Hime Yume

Komentar

  1. Status, Pekerjaan, Lingkungan, Keadaan bukan halangan tuk menghentikan langkah menggapai cita .... Shinjitai desu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, wakarimasu ne.....
      Ganbatte! 😊 Meski terkadang halangan kerap membuat langkah agak tersendat, tapi... azzam akan menghalaunya. 😣

      Hapus
    2. Hai, wakarimasu ne.....
      Ganbatte! 😊 Meski terkadang halangan kerap membuat langkah agak tersendat, tapi... azzam akan menghalaunya. 😣

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maka Biarkan Aku Menangis 💧

Luka, Harapan, dan Secercah Cahaya dari Tuhan

Celotehan Akhwat Akhir Zaman