Ekspresi Rindu



Daku tak dapat mengelak jika rindu telah tiba di depan pintu hati lalu bertandang di lubuk hatiku. Bersemayam di dalamnya. Sungguh aku pun tak mampu menahan waktu yang terus berlalu dan menyisakan kenangan di setiap detiknya. Sungguh aku tak bisa. Tak bisa. Dan tak bisa melawan takdir yang seharusnya begitu.

Rindu... Mungkin inilah rasaku. Aku pasrah menerimanya, ikhlas menikmati tiap buaian pilunya dan rela merintih dalam kesenyapan lisanku. Bagiku, rindu memang memilukan, pun menyakitkan. Namun, rindu punya cara tersendiri 'tuk buatku tersenyum lagi dan merasa bahagia.

Rindu. Rindu adalah hal terajaib yang kutahu di alam semesta ini. Sebab, rindu selalu menghadirkan doa-doa tulus yang terlantun pada Yang Maha Kudus. Sebab, rindu kerapkali membuatku tersadar akan sebuah perjumpaan yang disertai alasan mendalam dan atas skenario-Nya. Sebab, rindu punya banyak makna yang tak cukup dijabarkan lewat kata-kata logika ataupun kata-kata nurani. Ya. Rindu memang terkesan rumit tapi tetap indah bila dipandang dengan mata qalbu.

Dan apa yang kurasakan kini adalah benar adanya. Rindu. Rindu itu ada. Rindu itu bernaung di bilik-bilik hatiku. Bersemayam bersama mimpi yang beterbangan bersama namamu. Karena, engkau tertera dalam semua catatan mimpiku yang siap kugapai kelak. Engkau adalah bagian dari mimpi besarku, hal terindah dalam hidupku dan yang paling berarti di mata hatiku. Dan kau tak pernah tahu hal itu.

Saat ini, detik ini... Aku benar-benar merindukanmu tepat kala rinai hujan mulai membasahi bumi nan dahaga. Aku ingin menangis, tapi tak bisa. Karena, langit sedang menumpahkan air mata kesedihannya. Awan-awan kelabu tampak murung menggelayut diatas bumi tempat kuberpijak. Ia menangis sejadi-jadinya. Berlinangan air mata. Karena itulah, aku tak bisa menitikkan air mata. Karena hujan adalah ekspresi kesedihanku juga tangisku yang tak pernah seorang pun tahu. Hanya diriku yang mengetahuinya. Sebab, aku tak mungkin membuka tabir-tabirku. Tidak.

Biarlah rindu yang kurasakan ini mengendap di relung sukmaku. Biar iamembeku di sana, lantas kau pun datang meluruhkan rindu yang menyesakkan dadaku itu. Membuat hatiku tak lagi menggigil kedinginan. Memberikan kehangatan pada ruang qalbuku. Bukan oleh pelukan erat. Bukan. Bukan. Tetapi, karena tatapan teduhmu yang penuh binar-binar. Binar di sepasang kelopak matamu itu lah yang memancarkan cahaya hangat. 'Tuk menghangatkan qalbu dan ragaku.

Saat senja mulai menjelma, kutahu sang lembayung takkan menyemburat kemerahan. Kusadar sang magenta takkan betebaran di angkasa nan megah. Aku tahu. Aku tahu itu. Tapi aku akan tetap memandanginya. Menatapnya seraya mengungkapkan seluruh isi hatiku yang diam-diam telah merindukanmu dalam-dalam. Lalu sang bayu meniupkan dedaunan usang yang juga akan membawa separuh rinduku padamu. Sentuhan lembutnya akan membisikkan rinduku padamu. Meski tak kutahu di mana rimbamu kini. Aku benar-benar tidak tahu di mana dirimu. Hal itu lah yang membuatku merasa betul-betul cemas. Cemas. Aku mengkhawatirkanmu. Sungguh. Apakah kautahu? Apa kau juga rasakan apa yang kurasa? Apa kau pun teringat pada diriku di sini yang jauh dari pandanganmu?

Angin. Aku telanjur menitipkan salam rinduku padamu lewat semilirnya nan lembut. Angin pasti akan membelai nyiur 'tuk bergerak gemulai sebelum benar-benar menyampaikannya padamu. Angin pun pasti akan merayu dahan-dahan nan usang hingga jatuh ke tanah sebelum ia benar-benar menjamah kulitmu.

Kutitipkan separuh rinduku pada pawana itu. Karena, pabila kutitipkan seluruhnya, pasti di palung hatiku takkan ada rindu lagi buatmu. Rinduku sesederhana itu. Ya, sesederhana itu. Kau tahu? Rinduku akan selalu tumbuh tiapkali kita tak bersua. Maka, aku takkan kehilangan rasa rindu 'tuk kutujukan padamu. Tidak akan. Rinduku akan terus bersemi di dasar hatiku. Puing-puing rindu akan terus menyatu bersama doa-doa yang kulantunkan di sujud-sujud panjangku. Dan, doa itu adalah ekspresi rinduku padamu.

#CatatanHime

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maka Biarkan Aku Menangis 💧

Luka, Harapan, dan Secercah Cahaya dari Tuhan

Celotehan Akhwat Akhir Zaman